Pembayaran Internasional dalam USDC berada di persimpangan revolusioner. USD Coin (USDC), stablecoin yang dipatok 1:1 dengan dolar AS, kini menjadi ancaman serius bagi raksasa seperti Visa. Dengan blockchain sebagai tulang punggungnya, USDC menawarkan transaksi cepat, murah, dan terdesentralisasi—sesuatu yang sulit ditandingi oleh sistem pembayaran tradisional.
Artikel ini mengupas bagaimana pembayaran internasional dalam USDC mengguncang ekosistem kripto, menyoroti tantangan bagi Visa, tren terbaru, dan sentimen komunitas di platform seperti X. Mari kita selami.
Mengapa USDC Mengubah Permainan Pembayaran Internasional dalam USDC?
Stablecoin seperti USDC, yang dikelola oleh Circle dan Coinbase melalui Centre Consortium, dirancang untuk stabilitas. Berbeda dengan Bitcoin atau Ethereum yang volatil, USDC menawarkan nilai tetap, menjadikannya ideal untuk pembayaran internasional dalam USDC.
Data dari CoinMarketCap per 18 April 2025 menunjukkan kapitalisasi pasar USDC mencapai Rp1.026,96 triliun, dengan volume perdagangan 24 jam sebesar Rp112,32 triliun. Angka ini mencerminkan adopsi masif di kalangan pedagang, institusi, dan pengguna DeFi.
Blockchain seperti Ethereum, Solana, dan TRON, yang mendukung USDC, memungkinkan transaksi lintas batas selesai dalam hitungan detik. Bandingkan dengan Visa, yang meskipun memproses 150 juta transaksi harian, sering terhambat oleh biaya konversi mata uang dan waktu penyelesaian hingga 3-5 hari untuk transfer internasional. USDC, dengan biaya gas minimal (terutama di jaringan layer-2 seperti Polygon), menawarkan efisiensi yang sulit diabaikan.
Tantangan bagi Visa di Era Stablecoin dan Pembayaran Internasional dalam USDC
Visa telah merespons gelombang kripto dengan mengintegrasikan USDC ke dalam jaringannya sejak 2021, memungkinkan penyelesaian transaksi dengan stablecoin. Namun, langkah ini justru menunjukkan bahwa Visa terpaksa beradaptasi. Berikut adalah tantangan utama yang dihadapi Visa:
- Biaya Transaksi Tinggi: Visa membebankan biaya pedagang 1-3% per transaksi, sedangkan USDC di jaringan seperti Solana hanya dikenakan biaya fraksi sen.
- Sentralisasi vs. Desentralisasi: Visa mengandalkan infrastruktur terpusat, rentan terhadap regulasi dan birokrasi. USDC berjalan di blockchain publik, memberikan transparansi dan resistensi terhadap sensor.
- Kecepatan Lintas Batas: Transfer internasional via Visa bisa memakan waktu berhari-hari, sedangkan USDC menyelesaikannya dalam hitungan detik, terutama di jaringan cepat seperti TRON.
- Adopsi DeFi: USDC terintegrasi dalam ekosistem DeFi, memungkinkan pengguna untuk meminjam, meminjamkan, atau menyediakan likuiditas—fitur yang tidak dimiliki Visa.
Langkah Visa untuk mendukung USDC seolah menjadi pedang bermata dua: mengakui potensi stablecoin sambil membuka pintu bagi kompetitor berbasis blockchain.
Dampak USDC pada Ekosistem Kripto
Pembayaran internasional dalam USDC telah mempercepat adopsi kripto secara global. Menurut laporan Chainalysis 2024, transaksi stablecoin menyumbang lebih dari 60% volume perdagangan kripto di Asia Tenggara, dengan Indonesia sebagai salah satu pasar terbesar. USDC, bersama Tether (USDT), mendominasi karena stabilitasnya, menjadikannya jembatan antara fiat dan kripto.
Ekosistem DeFi juga mendapat dorongan besar. Protokol seperti Aave dan Curve menggunakan USDC untuk likuiditas, memungkinkan yield farming dengan APY hingga 5-10%. Ini menarik investor ritel dan institusional, yang kini melihat USDC sebagai aset “safe haven” di tengah volatilitas pasar. Selain itu, regulasi seperti Markets in Crypto-Assets (MiCA) di Uni Eropa, yang berlaku penuh sejak Desember 2024, memberikan kejelasan hukum, mendorong adopsi USDC di Eropa.
Namun, ada risiko. Insiden seperti depegging USDC pada Maret 2023, ketika nilainya turun ke 88 sen akibat cadangan Circle di Silicon Valley Bank, menunjukkan kerentanan stablecoin terhadap sentimen pasar dan faktor eksternal. Meski begitu, audit reguler dan cadangan 1:1 menjaga kepercayaan pengguna.
Sentimen Komunitas di X
Komunitas kripto di X sangat vokal tentang pembayaran internasional dalam USDC. Analisis sentimen dari postingan X pada April 2025 menunjukkan pandangan bullish terhadap USDC, dengan 65% pengguna menyebutnya sebagai “game-changer” untuk pembayaran lintas batas. Banyak yang membandingkan efisiensi USDC dengan “kematian lambat” sistem SWIFT dan Visa. Seorang pengguna dengan handle @CryptoHodlX menulis, “USDC di Solana = Visa killer. Biaya gas <1 sen, settle dalam 2 detik. TradFi harus takut.”
Namun, ada skeptisisme Pembayaran Internasional dalam USDC. Beberapa pengguna menyoroti risiko regulasi, terutama di negara seperti Indonesia, di mana kripto tidak diakui sebagai alat pembayaran sah (UU No. 7/2011). Postingan lain mempertanyakan ketergantungan USDC pada entitas terpusat seperti Circle, dengan @DeFiNinja berkomentar, “USDC bagus, tapi bukan kripto sejati. Masih dikendalikan bankir.” Sentimen ini mencerminkan ketegangan antara idealisme desentralisasi dan pragmatisme stablecoin.
Tren Terkini dan Masa Depan USDC
Data terbaru menunjukkan USDC terus tumbuh dan Pembayaran Internasional dalam USDC meningkat. Laporan Circle Q1 2025 mencatat 30% peningkatan transaksi USDC untuk pembayaran lintas batas dibandingkan 2024. Jaringan seperti TRON, yang mendukung USDC sejak 2021, melihat lonjakan transaksi karena biaya rendah dan skalabilitas tinggi. Di Indonesia, platform seperti Tokocrypto melaporkan peningkatan pengguna USDC untuk remittances, didorong oleh diaspora yang mencari alternatif murah dibandingkan Western Union atau Visa.
Visa, di sisi lain, berupaya mengejar ketertinggalan. Pada 2024, mereka meluncurkan inisiatif blockchain untuk mempercepat penyelesaian, tetapi adopsinya masih terbatas. Sementara itu, kompetitor seperti Mastercard juga bereksperimen dengan stablecoin, menandakan bahwa TradFi mulai menyerah pada tekanan kripto.
Poin Utama: USDC vs. Visa
- Efisiensi Biaya: USDC mengurangi biaya transaksi hingga 90% dibandingkan Visa untuk pembayaran internasional.
- Kecepatan: Blockchain memungkinkan penyelesaian instan, mengungguli proses Visa yang lambat.
- Akses DeFi: USDC terhubung dengan ekosistem DeFi, menawarkan utilitas yang tidak dimiliki Visa.
- Risiko Regulasi: Meski stabil, USDC menghadapi tantangan hukum di beberapa yurisdiksi.
- Sentimen Komunitas: Komunitas kripto di X mendukung USDC, tetapi skeptis terhadap sentralisasi.
Apakah Visa Akan Bertahan?
Pembayaran internasional dalam USDC bukan lagi mimpi, melainkan kenyataan yang mengguncang fondasi TradFi. Dengan biaya rendah, kecepatan tinggi, dan integrasi DeFi, USDC menantang dominasi Visa secara langsung. Komunitas kripto di X melihat ini sebagai langkah menuju masa depan keuangan terdesentralisasi, meskipun risiko regulasi dan sentralisasi tetap menjadi perhatian.
Visa harus berinovasi atau berisiko tertinggal. Langkah mereka untuk mengadopsi USDC adalah awal, tetapi tanpa perubahan mendasar pada model bisnis terpusat, sulit membayangkan mereka bersaing dengan kecepatan blockchain. Bagi pelaku kripto, USDC adalah bukti bahwa stablecoin bukan hanya aset spekulatif, melainkan alat nyata untuk merevolusi keuangan global.
Apa pendapat Anda? Apakah USDC akan menggulingkan Visa, atau akankah raksasa TradFi menemukan cara untuk bangkit kembali?